Sebagian besar tentu setuju bahwa agama jelas tidak mengajarkan cara-cara kekerasan pada satu sama lain.
Tapi tak bisa dielakkan bahwa ada sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk berperilaku sewenang-wenang terhadap sesama manusia.
Aksi-aksi kekerasan dalam bentuk intimidasi, penyebaran kebencian, bahkan kekerasan fisik oleh kelompok-kelompok tertentu kepada mereka yang dianggap berbeda masih menjadi tantangan serius.
Pertanyaannya, mengapa “ajaran kekerasan” itu justru tampak kuat ketimbang ajaran yang lebih menekankan cinta dan kasih sayang kepada sesama?
Bagaimana agama-agama dan keyakinan bicara mengenai konsep Cinta dan kasih sayang kepada sesama?
Apa yang menyebabkan kekerasan berbasis agama atau keyakinan meningkat?
Buku “Agama Cinta” setebal 262 halaman ini berusaha menghadirkan wajah setiap agama dan keyakinan, yang teduh serta penuh cinta.
Agama Cinta berusaha mengulas intisari terpenting dalam agama-agama, baik agama Barat, Timur, maupun agama asli Nusantara: cinta kasih.
Buku ini hendak menegaskan, nilai keramahan, cinta, dan kasih sayang, menjadi jangkar sekaligus tali yang mempertemukan prinsip mendasar pada setiap ajaran agama dan keyakinan.
Dalam bayangan kekerasan dan intoleransi bermotif agama yang terus menggejala, buku ini ingin menghadirkan wajah setiap agama dan keyakinan, yang teduh serta penuh cinta.
Inilah wajah otentik dari agama yang membuatnya diwahyukan, diimani, dan dipraktikkan dalam rentang sejarah yang begitu panjang.
Nilai keramahan, cinta, dan kasih sayang, menjadi jangkar sekaligus tali yang mempertemukan prinsip mendasar pada setiap ajaran agama dan keyakinan.
“Agama cinta” bukanlah sebuah agama yang baru, melainkan sebuah istilah untuk mempertemukan nilai-nilai dasar yang sesungguhnya dijumpai di setiap agama. Dan seperti judulnya, buku ini dapat dibaca oleh siapa pun dari beragam latar belakang agama dan keyakinan.