Bayangkan ketika sebuah kredit yang disalurkan bank tidak kembali sesuai perjanjian.
Uang yang seharusnya berputar untuk mendukung perekonomian justru terhenti, dan agunan yang dijaminkan debitur menjadi kunci penyelesaiannya.
Pertanyaannya, apakah bank harus melelang agunan terlebih dahulu sesuai Pasal 6 UU Hak Tanggungan, atau dapat langsung membeli melalui mekanisme AYDA berdasarkan Pasal 12A ayat (1) UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998?
Inilah dilema yang sering dihadapi lembaga perbankan, praktisi hukum, maupun masyarakat yang berkaitan dengan kredit macet.
Banyak pihak bingung menentukan langkah tepat, karena perbedaan tafsir hukum dapat menimbulkan risiko besar bagi bank maupun debitur.
Situasi ini tidak hanya berdampak pada keuangan, tetapi juga berhubungan dengan kepastian hukum dan keadilan dalam praktik perbankan.
Buku Pembelian Tanah Objek Agunan Kredit Macet Oleh Bank hadir untuk menjawab persoalan ini.
Ditulis oleh pakar hukum berpengalaman, buku ini menguraikan secara komprehensif peran bank sebagai lembaga pembiayaan, mekanisme penanganan kredit macet, hingga dasar hukum pembelian agunan melalui pelelangan maupun di luar pelelangan.
Dengan bahasa yang sistematis dan analisis tajam, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai posisi hukum bank, debitur, serta ketentuan perundangan yang berlaku.
Karya ini sangat relevan bagi praktisi perbankan, notaris, PPAT, advokat, akademisi, maupun siapa saja yang ingin memahami praktik hukum terkait kredit macet dan agunan.
Dengan pengetahuan dari buku ini, Anda akan lebih percaya diri mengambil keputusan, mengurangi risiko sengketa, serta memahami bagaimana hukum melindungi kepentingan semua pihak.
Kini saatnya memperluas wawasan dan menyiapkan diri menghadapi kompleksitas hukum perbankan.
Miliki buku Pembelian Tanah Objek Agunan Kredit Macet Oleh Bank sekarang juga, dan temukan panduan yang akan menjadi bekal penting dalam dunia hukum dan keuangan.