Abu Abdillah Al-Haris bin Asad Al-Muhasibi lahir di Basrah pada 165 H/781 M dan wafat pada 234 H/857 M.
Dalam pandangan sebagian kalangan, Al-Muhasibilah yang mencikalbakalkan tawasuf sebagai kajian, dan mengilhami Imam Al-Ghazali untuk melahirkan magnum opus Iḥyā’ Ulūmuddīn.
Para ulama juga mengakui bahwa Ar-Ri`āyah liḤuqūqillah karya Al-Muhasibi adalah ibunda dari Iḥyā’ Ulumuddin karya Al-Ghazali.
Al-Muhasibi adalah figur yang kontroversial pada zamannya. Selain lahir dari rahim Mu`tazilah, beliau juga giat mempromosikan ilmu kalam.
Abul Haris terselamatkan dari caci maki para ulama mutaakhirīn karena kezuhudan, kearifan dalam tasawuf, dan pengoptimalan logika berpikir yang jernih.
Ahmad bin Hanbal yang seringkali memerangi Al-Muhasibi, diam-diam ternyata juga memuji dan menyanjungnya. Al-Baghdadi merekam sanjungan tersebut dalam kitab Tārīkh Al-Baghdadi.
Nisbat nama Al-Muhasibi karena ia sering melakukan refleksi pengoreksian diri, penjernihan jiwa, dan selalu introspeksi.
Muhasibi atau muhasabah berarti introspeksi. Dengan spirit itulah para jamaah menyukainya, banyak yang terhanyut. Bahkan salah satu Imam Madzhab, Imam Ahmad bin Hanbal pun sempat pingsan karena muhasabah yang disampaikan Al-Muhasibi.
Penuntun Perjalanan Spiritual yang merupakan terjemah dari kitab Risālatul Mustarsyidīn karya Al-Muhasibi ini adalah salah satu hasil renungan beliau.
Semoga kita bisa mengkhatamkan renungan Al-Muhasibi yang tipis ini dengan cepat, meski butuh mengesot untuk mengamalkan dan menanamkannya hingga menjadi karakter dalam jiwa.