Menyajikan perjalanan dan pelajaran hidup empat pendiri mazhab fiqih Ahlussunnah Waljamaah. Lengkap dengan latar sosial-politik-psikologis serta tabel titik beda dan titik sama antar para imam itu. Dituturkan dengan lincah dan renyah, biografi ini menggugah kita untuk tetap terhubung dengan figur-figur generasi teladan dan merasakan kekayaan warisan keilmuan Islam.
Imam Abû Hanîfah. Sang penjunjung tinggi kebebasan berpikir tetapi yang dapat dipertanggungjawabkan. Senang berdiskusi dan bahkan berdebat—bukan untuk menjatuhkan lawan, tapi agar sampai di titik temu dan kebenaran. Rendah hati, tak fanatik, dan kukuh melawan kezaliman. Bahkan, menjadi syahid demi membela kebenaran.
Imam Mâlik. Sang Imam Darul Hijrah. Menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Madinah. Hanya keluar dari tanah kelahiran itu ketika beribadah umrah dan haji ke Makkah. Kecintaannya pada Kota Nabi itu membuatnya bertahan meski harus menerima siksaan dari penguasa karena perbedaan pendapat tentang masalah fiqih.
Imam Syâfi‘î. Sang peletak dasar-dasar ilmu fiqih. Dialah penyeimbang antara pengusung nalar (ahli ra’yu) dan pemangku wahyu (ahli hadits). Dalam dirinya terhimpun kedalaman pemahaman agama, ketangkasan berpikir, ketajaman pandangan batin, dan keberanian menyampaikan kebenaran.
Imam Ahmad ibn Hanbal. Teladan kegigihan mempertahankan prinsip. Ia melewati masa paling dramatis dalam hidupnya ketika harus dipenjara, disiksa, dan dihinakan karena kukuh meyakini Al-Qur’an adalah kalam Allah; bukan “makhluk”. Disebut Sang Penghidup Sunnah dan dikenal dengan Musnad Ahmad-nya.